Picture creator : Mary Clanahan, Artist
Oleh : Tora Tim
Selamat datang di Medan, kota yang terkenal dengan ketidakmampuan mengapresiasi seni dan kreativitas! Siapa yang menyangka bahwa di era modern ini, kita masih bisa menemukan tempat yang seolah-olah terjebak dalam mesin waktu, mengulang kesalahan yang sama berulang-ulang? Mari kita telusuri apa yang sebenarnya terjadi di kota ini.
Mentalitas Patronase yang Mengerikan
Di Medan, kita memiliki budaya patronase yang luar biasa. Seniman-seniman kita bergantung pada dukungan dari "bos besar" yang mengendalikan segala aspek kehidupan seni. Ketergantungan ini tidak hanya mengekang kreativitas, tetapi juga membuat seniman kita malas berpikir sendiri. Solusi? Mungkin sudah saatnya kita mendorong kemandirian dan memutus rantai ketergantungan ini dengan program inkubasi kreatif dan pendanaan independen.
Kegiatan Seni yang Miskin Makna
Lihatlah sekitar Anda, berapa banyak acara seni yang benar-benar memiliki substansi? Kebanyakan dari mereka hanya permukaan tanpa kedalaman. Tidak ada tujuan jangka panjang, hanya sekedar memenuhi kalender acara. Apa yang bisa kita lakukan? Mungkin kita perlu mengembangkan program seni yang berkelanjutan dan berorientasi pada pemberdayaan kapasitas, bukan hanya acara satu malam yang segera dilupakan.
Masyarakat yang Terlalu Materialistik
Siapa yang peduli dengan nilai artistik jika kita bisa mendapatkan uang cepat, bukan? Di Medan, seni seringkali dipandang sebagai alat untuk keuntungan finansial jangka pendek. Kita perlu mengedukasi masyarakat bahwa seni adalah investasi jangka panjang yang kaya akan nilai budaya, bukan hanya sekedar alat pencari uang.
Miskin Referensi dan Pandangan Sempit
Bukankah kita semua menikmati betapa terbatasnya referensi seni yang kita miliki? Kurangnya akses atau minat terhadap berbagai referensi seni membuat kita terjebak dalam lingkaran yang sama. Solusinya? Mari kita buka akses ke literatur seni, dokumentasi, dan karya seni dari seluruh dunia.
Ketidakmampuan Melihat Realitas
Menariknya, banyak dari kita yang tidak bisa membedakan antara kebutuhan mendesak dan kreativitas jangka panjang. Mencampuradukkan seni dengan kebutuhan perut jangka pendek adalah hobi favorit kita. Mungkin sudah saatnya kita belajar manajemen seni dan bagaimana menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi dan ekspresi artistik.
Lingkungan Sosial yang Rendah Apresiasi Seni
Kita harus akui, lingkungan sosial kita rendah secara kebudayaan dan apresiasi seni. Acara seni hanya untuk kalangan tertentu, bukan untuk semua. Bagaimana jika kita membuat program pendidikan seni yang inklusif dan menarik bagi semua lapisan masyarakat?
Kota yang Buruk Secara Artistikal
Medan adalah kota yang indah jika Anda suka lingkungan yang kotor dan semrawut. Tidak heran jika kreativitas terhambat di sini. Solusi? Program revitalisasi kota yang melibatkan seniman lokal mungkin bisa menjadi jawaban. Mural, taman seni, dan instalasi artistik bisa menjadi awal yang baik.
Kepemimpinan yang Tidak Memberi Teladan
Akhirnya, kita sampai pada puncak masalah: kepemimpinan. Pemimpin kita tidak memberikan contoh yang baik dalam mendukung seni dan budaya. Kita perlu memilih dan mendukung pemimpin yang memiliki visi dan komitmen terhadap pengembangan seni dan budaya.
Mentalitas Paternalistik dan Patronase yang Merusak
Medan juga menderita dari mentalitas paternalistik yang kuat, di mana banyak orang berusaha untuk memimpin meski tanpa kapabilitas, kompetensi, dan portofolio yang memadai. Alih-alih memimpin dengan baik, mereka malah memberikan contoh buruk dan hasil kerja yang tidak memiliki nilai. Ini menciptakan siklus kegagalan yang terus berlanjut. Solusi? Mendorong transparansi dalam pemilihan pemimpin dan memastikan bahwa hanya mereka yang memiliki kualifikasi dan visi yang jelas yang diberikan kesempatan untuk memimpin.
Faktor-faktor Penting untuk Membangun Proses Kreativitas Seni
1. Lingkungan Kreatif
Sebab : Lingkungan yang mendukung kreativitas adalah kunci untuk merangsang ide-ide baru.
Solusi : Membangun ruang kreatif seperti studio seni, pusat budaya, dan coworking space untuk seniman.
2. Akses ke Sumber Daya
Sebab : Kurangnya akses ke bahan, alat, dan teknologi dapat menghambat proses kreatif.
Solusi : Menyediakan akses mudah ke sumber daya seni, termasuk teknologi dan bahan-bahan berkualitas.
3. Edukasi dan Pelatihan
Sebab : Pendidikan yang baik dapat membuka wawasan dan keterampilan baru.
Solusi : Mengadakan program pelatihan, workshop, dan pendidikan seni yang komprehensif.
4. Komunitas dan Jaringan
Sebab : Kolaborasi dan pertukaran ide dengan sesama seniman dapat memperkaya proses kreatif.
Solusi : Membangun komunitas seni yang kuat dan mendukung kolaborasi antar seniman.
5. Dukungan Finansial
Sebab : Banyak seniman yang terkendala oleh masalah finansial.
Solusi : Menyediakan program hibah, beasiswa, dan insentif untuk mendukung proyek seni.
6. Inspirasi dan Referensi
Sebab : Inspirasi dari karya-karya lain dapat memicu kreativitas.
Solusi : Meningkatkan akses ke literatur seni, pameran, dan karya seni dari berbagai penjuru dunia.
7. Penghargaan dan Apresiasi
Sebab : Penghargaan terhadap karya seni dapat memotivasi seniman untuk terus berkarya.
Solusi : Mengadakan acara penghargaan dan pameran yang mengapresiasi karya seni lokal.
8. Kebijakan yang Mendukung
Sebab : Kebijakan yang tidak mendukung dapat menghambat perkembangan seni.
Solusi : Mengembangkan kebijakan yang pro-seni, termasuk insentif pajak dan perlindungan hak cipta.
Kesimpulan
Medan, kota yang seharusnya bisa menjadi pusat kreativitas, terjebak dalam mentalitas dan paradigma usang. Sudah saatnya kita bangkit dan melakukan perubahan mendasar untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan seni dan kreativitas. Apakah kita siap untuk mengambil langkah ini? Hanya waktu yang akan menjawab. #ToraOpini
Comments